Friday, December 13, 2019

PANGERAN ANTASARI


PANGERAN ANTASARI
(Panembahan Amirud-dien Chalifatul Mukminin)

Ia adalah Sultan Banjar Pada 14 Maret 1862, Baginda dinobatkan sebagai pimpinan pemerintahan dan pemuka Agama tertinggi di Kesultanan Banjar dengan menyandang gelar Panembahan Amiruddin Chalifatul Mukminin dihadapan para kepala suku Dayak dan adipati (gubernur) penguasa wilayah Dusun Atas , Kapuas dan Kahayan yaitu Temenggong Surapati/Tumenggung Yang Pati Jaya Raja.

Gusti Inu Kartapati atau
Pangeran Antasari merupakan cucu kepada Pangeran Ameer (Amir) .
Semasa muda nama Pangeran Antasari adalah Gusti Inu Kartapati .
Ibunda Pangeran Antasari adalah Gusti Hadijah binti Sultan Sulaiman .
Ayah Pangeran Antasari adalah
Pangeran Masohut (Mas'ud) bin Pangeran Ameer . Pangeran Ameer adalah anak Sultan Muhammad Aliuddin Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ia diusir oleh walinya sendiri, Pangeran Nata Dilaga, yang dengan dukungan Belanda memaklumkan dirinya sebagai Sultan Tahmidullah II  Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri.  Pangeran Antasari mempunyai adik perempuan yang lebih dikenal dengan nama Ratu Sultan Abdul Rahman karena menikah dengan Sultan Muda Abdurrahman Ibni Al-Marhum Sultan Adam Al-Watsyiqu Billah tetapi meninggal lebih dulu setelah melahirkan calon pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga meninggal semasa masih bayi.

Pewaris Takhta Kerajaan Banjar
Dia cucu Pangeran Amir yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Pangeran Antasari tidak hanya dianggap sebagai pemimpin Suku Banjar, dia juga merupakan pemimpin Suku Ngaju, Maanyan, Siang, Sihong, Kutai, Pasir, Murung, Bakumpai dan beberapa suku lainya yang berdiam di kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito, baik yang beragama Islam maupun Kaharingan.
Setelah Sultan Hidayatullah II  ditipu Belanda dengan terlebih dahulu menyandera Ratu Siti (Ibunda Pangeran Hidayatullah) dan kemudian diasingkan ke Cianjur, maka perjuangan rakyat Banjar dilanjutkan pula oleh Pangeran Antasari.[17] Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya sebagai pemimpin perjuangan melawan penjajah di wilayah Banjar bagian utara (Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862 , bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:

“ Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah! ”
Seluruh rakyat, para panglima Dayak, pejuang-pejuang, para alim ulama dan bangsawan-bangsawan Banjar; dengan suara bulat mengangkat Pangeran Antasari menjadi " Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.
Tidak ada alasan lagi bagi Pangeran Antasari untuk berhenti berjuang, ia harus menerima kedudukan yang dipercayakan oleh Pangeran Hidayatullah kepadanya dan bertekad melaksanakan tugasnya dengan rasa tanggung jawab sepenuhnya kepada Allah dan rakyat.

No comments:

Post a Comment