Tuesday, December 3, 2019

SEJARAH SOTO


MENGGUGAT SEJARAH SOTO

Beberapa orang teman mengirimiku video tentang sejarah SOTO lalu bertanya, "Kenapa disebut SOTO?" Sebenarnya sudah lama saya mencari dan memikirkannya dan inilah teoriku:

Lombard adalah orang Perancis, peneliti sejarah Asia Timur dan Tenggara. Di dalam buku berjudul: Nusa Jawa: Silang Budaya (1996), dia menulis, awalnya disebut CAUDO, makanan orang Cina Nusantara. Populer di Semarang dan disebut TAOTO di Pekalongan. Dimakasar disebut COTO.

Bahasa Melayu digunakan sebagai bahasa pemersatu dan disebut bahasa Indonesia karena ada 748 bahasa di Indonesia. Tiongkok tidak memerlukan bahasa pemersatu karena walaupun bahasanya berbeda-beda namun tulisannya sama.

Walupun bahasanya berbeda namun orang Hokkien dan orang Konghu bisa berkomunikasi lewat tulisan karena sama-sama menggunakan aksara yang sama.

Sebelum Tiong Hoa Hwee Kwan - Rumah Perkumpulan Tionghoa (THHK: 中华会馆 Zhonghua Huiguan) berdiri tahun 1900, bahasa Hokkien yang menjadi Lingua franca di antara orang-orang Tionghoa Nusantara. Setelah sekolah-sekolah THHK berdiri, barulah aksara Tiongkok dan bahasa mandarin mulai digunakan di kalangan Tionghoa.

Itu sebabnya tidak sulit bagi kita untuk menyimpulkan bahwa kata CAUDO dan TAOTO serta COTO adalah bahasa Hokkien. Mengingat logat orang-orang Tionghoa Semarang maka dapat dikatakan bahwa yang disebut CAUDO adalah CAUTO. Lalu apa artinya?

TA (chéng 承) artinya pikul. CAU (zào 灶) artinya dapur. To (tái 檯) artinya meja. TACAUTO artinya MEMIKUL DAPUR MEJA. Kenapa Memikul Dapur Meja (Tacauto) dipakai untuk nama makanan? Karena yang kita sebut SOTO saat ini dulunya dijajakan berkeliling dengan pikulan. Pikulan TACAUTO terdiri dari: pikulan, dapur untuk memasak dan meja serta bangku tempat makan.

Orang Hokkien suka menyingkat. Itu sebabnya TACAUTO disingkat menjadi CAUTO oleh ornag-orang Cina Semarang dan disingkat enjadi TAOTO di Pekalangan dan COTO di Makasar. Dengan berlalunya waktu maka CAOTO pun berubah menjadi SOTO.

No comments:

Post a Comment