Thursday, November 21, 2019

MAKAM DAN BENTENG TREUNOM


MAKAM DAN BENTENG TREUNOM

Menyusuri Jejak Ketangguhan dan Kebesaran Kerajaan Trumon. Di masanya pula Kerajaan Trumon mendapat pengakuan sebagai anggota federasi Kerajaan Atjeh Darussalam.
Redaksi by Redaksi 2019.

GENERASI MUDA BENGKEL SEJARAH 2019

Angin menghembus kuat dari arah Samudra Hindia. Lambaiannya seakan memanggil kita untuk menyusuri lebih dalam sepenggal cerita di tanah bekas Kerajaan Trumon. Ada banyak kisah yang terkubur di bawah kokohnya Benteng Kuta Batee. Benteng kontruksi batu yang dibangun semasa Raja Trumon ke dua memerintah, yakni Teuku Radja Budjang (1812-1835 M) seperti menunggu hancur.

Di masanya pula Kerajaan Trumon mendapat pengakuan sebagai anggota federasi Kerajaan Atjeh Darussalam. Ini ditandai dengan penggunaan Cap Sikureung sebagai stempel kerajaannya. Dari tulisan T Hamdan bin T Djohan “ Kerajaan Trumon Dalam Untaian Mata Rantai Sejarah Bangsa” disebutkan, bahwa silsilah Raja Trumon berasal dari Asia Kecil keturunan suku bangsa di jazirah Arab. Dimulai dari Dja Thahir dari Bagdad yang mengawali silsilah dengan hijrah ke Timur (Atjeh) dan menetap di Batee, Kabupaten Pidie.

Satu dari sejumlah putra kandung Dja Thahir, yakni Dja Abdullah, yang bernama lain Dullah yang juga menetap di Batee. Dinding benteng sebagai sandaran meriam untuk menghalau serangan musuh. Generasi Muda Bengkel Sejarah Dari garis keturunannya itulah lahir Dja Djohan yang menetap di Tanoh Abee Seulimeum. Ia ayah dari Teuku Djakfar, murid Teungku Dianjong Peulanggan, Bandar Atjeh.

Awal kisah Teuku Djakfar berkelana, karena diminta oleh gurunya untuk menuju ke wilayah Barat Aceh. Pada waktunya, sampailah Teuku Djakfar ke Ujong Serangga, Kecamatan Susoh. Selama di sana ia digelari dengan Labai Djakfar, karena jasa dan pengabdiannya mengajarkan ilmu agama Islam kepada masyarakat setempat.

Berselang waktu, ia meninggalkan Susoh. Ia melanjutkan pengembaraan Islam-nya ke Singkil. Di sini, Raja pertama kerajaan Trumon ini berhasil membuka dan membangun satu pemukiman bernama Paya Bombong. Ia juga diangkat menjadi Raja bergelar Teuku Radja Djakfar atau Teuku Singkil. Adalah Paya Bombong, Paya Bakong, Teluk Ambon, Rantau Gedang dan Teluk Rumbia menjadi wilayah yang berdaulat di bawah titahnya. Ulama sekaligus raja yang makamnya persis di belakang mesjid Keude Trumon itulah yang kemudian menjadi pembuka lembaran sejarah Kerajaan Trumon.

Ia naik tahta pada tahun 1720-1812 M. Belakangan, kisah panjang harumnya Kerajaan Trumon tidak lagi ramai diperbicangkan. Saat berkunjung ke sana. Begitu kaki menginjak tanah bersejarah tersebut, kesan ketangguhan dan kebesaran kerajaan penghasil lada tersebut sangat mudah diketahui. Selain bukti fisik yang masih ada, kebanyakan masyarakat asli masih menyimpan kisah negeri mereka dalam ingatan, sekedar untuk diceritakan kembali kepada keturunannya.
Di rumah Teuku Man (53), keturunan langsung dari Kerajaan Trumon. Ia tinggal seratus-an meter dari situs tersebut.

Dengan gamblang ia membeberkan semua kisah yang ia tahu seputar kerajaan pesisir ini. Namun ia memilih diam untuk beberapa pertanyaan tanpa disertai alasan. Setelah lebih tiga jam saya berbincang dengan Teuku Man, ia dan anak lelakinya lebih dulu mengajak saya melihat komplek makam para pendahulunya. Ada banyak nisan kuno berukir di dalam komplek yang dipayungi pohon beringin tua tersebut. Dari sudut ia berdiri, dari puluhan makam, tangannya hanya menunjuk dua makam saja, yakni milik Teuku Raja Djakfar dan Teuku Radja Budjang.

Sebentar saja, tidak lebih setengah jam. Kemudian pria ramah ini mengajak kami melihat Kuta Batee, bukti sejarah lain yang masih kokoh berdiri. Tembok batu bersegi empat ini hampir seukuran lapangan bola kaki. Menurut penglihatan mata, tinggi dindingnya saja sekira 4 hingga 5 meter. Memasuki area dalam, terlihat benteng tua ini memang jarang dikunjungi, bahkan jauh dari kesan terpelihara. Saya berjalan ke area tengah. Dua gerbang saya perhatikan, gerbang utama berdiri kokoh di sebelah barat dan langsung menghadap Samudra Hindia. Sesuai kondisinya bisa diketahui, bahwa gerbang utama ini sudah lama sekali tidak dilewati.

Lainnya, gerbang belakang yang berada di sebelah selatan, ini sebagai akses ke pemukiman warga. Dari gerbang inilah saya dibawa masuk melihat langsung sisa keberanian masyarakat Trumon. Kedua gerbang hanya di tutup sekedarnya saja dengan papan seadanya. “Ini masih ada bekas tangga rumah raja dalam benteng,” kata Teuku Man menunjuk sisa beton. Sebagian besar tangga benar-benar telah menjadi puing, setidaknya itulah yang tersisa.

Tuturnya, ini adalah benteng pertama dibangun dan terbesar di Trumon. Di masa pembangunannya, seluruh kendali dipercayakan pada anak ke-dua Teuku Radja Budjang, yaitu Teuku Ibrahim Kuta Batee.
Bangunan tua inilah sebagai pertahanan terakhir kala negeri yang berasal dari kata Trueng Bineh Mon itu diserang musuh. “Demi keamanan keluarga raja,  rumah raja pun dibangun di dalam benteng, berikut dengan alat perang dan fasilitas pendukung lainnya,” kisah Teuku Man.

Untuk mengamankan benteng, ada 25 lubang setengah lingkaran berdiameter sekira 50 centimeter yang sengaja dibuat mengelilingi dinding benteng. Disamping setiap lubang tersebut juga ada lubang kecil bulat sebesar mulut gelas, itu jumlahnya puluhan. “Lubang besar untuk meletakkan moncong meriam, tapi sekarang tinggal besi pengikat meriam saja. Sedangkan lubang kecil untuk mengintip musuh,” kata guide lokal yang juga masih terbilang inses Raja Trumon.

Akibat kurangnya pengawasan dari keluarga kerajaan dan pemerintah, kini hanya empat meriam yang masih ada, itu pun tidak lagi dalam benteng. Tiga unit bisa dijumpai di depan rumah Raja Trumon terakhir. Itu tidak sampai satu kilometer dari benteng. Satu meriam lain jadi pajangan di kantor Camat Trumon. Dari informasi yang ia dapat, di kantor Bupati Atjeh Selatan juga masih tersisa satu meriam besar milik kerajaan Trumon. Sedangkan puluhan lainnya dibawa ke luar dan tidak pernah diketahui keberadaannya.

Satu bangunan beton 3×3,5 meter luasnya dan tinggi 1,5 meter teronggok dalam area benteng. Dahulu, di sinilah mata uang kerajaan ditempah. Beberapa kepingan uang tembaga bertulis huruf arab melayu senilai dua kupang tersebut masih bisa dijumpai pada warga setempat. Diantara kisah tentang megahnya kerajaan Trumon, tercatat pula bahwa pada tahun 1823 H, semasa Teuku Radja Budjang bertahta, dibantu oleh adiknya Teuku Radja Sulaiman, yang saat itu menjabat sebagai Ulee Balang Paya Bombong, mereka turut berpartisipasi dalam pembangunan pemondokan haji di Arab Suadi untuk masyarakat Atjeh yang masih digunakan hingga sekarang. Setahun setelahnya, kerajaan ini juga membiayai penuh armada laut Kerajaan Atjeh untuk menyerbu benteng Belanda Port Tapanuli di pulau Poncan.

Pelindung benteng yang dipindahkan ke depan rumah Raja Trumon terakhir. Dalam menjalin hubungan dengan kerajaan di luar Atjeh, tepatnya tahun 1827 Masehi, saat perang Padri berlangsung di Sumatera Barat, Teuku Radja Bujang mengirimkan sejumlah peralatan perang dan mesiu. Setelah itulah, kerajaan mendirikan benteng induk yang diberi nama Kuta Batee. Selain Kuta Batee, Kerajaan Trumon juga memiliki dua benteng lain yang dibangun oleh Teuku Radja Batak yang bernama lain Teuku Radja Fansuri Alamsyah, ia adalah anak kandung ke 3 dari Teuku Radja Bujang.

Ia dipercayakan naik tahta setelah ayahnya mangkat pada tahun 1835 Masehi.
Informasi dari sumber lain di Trumon, perselisihan keluarga keturunan langsung Kerajaan Trumon menjadi halangan untuk renovasi benteng yang sudah direncanakan oleh pemerintah setempat. Bahkan sejumlah harta peninggalan Kerajaan Trumon berupa rumah raja terakhir dan aset tanah yang masih tinggal kini berpindah tangan karena dijual oleh keturunan Raja Trumon sendiri.

Melewati jalan setapak di samping Kuta Batee, sebelum pulang saya beranjak ke pelabuhan kecil di ujung jalan Keude Trumon. Puluhan boat kecil milik nelayan terparkir di sana. Sore itu mendung di langit seperti menutup birunya laut lepas. Itu nampak dari tempat kami berdiri. Kemegahan, ketangguhan, dan kebesaran jejak dari Kerajaan Trumon ini masih membekas. Dan nasibnya memang tak jauh beda dengan Teuku Man. Ia masih tidur dalam lelapnya peraduan lampu teplok.

Denise All
#Architectural_Designer_di
#Bengkel_Sejarah & #Generasi_Muda_2019

No comments:

Post a Comment