Sunday, November 24, 2019

MENGENAL PATEH ARYA GAJAH MADA

--=-- Mengenal Pateh Arya Gajah Mada --=--
      (Relasi Champa-Kelantan-Majapahit)

Saat Medang mengadakan invansi ke Annam pada tahun 767 M dengan mengirim 5.577 kapal perang yang dipimpin Putra Sanjaya, Suwira Gading dan Sang Satiaki Satirta pengaruh medang telah meluas sampai Asia Tenggara. Hal ini terbukti dengan ditemukannya sebuah prasasti keping tembaga Laguna di Filipina pada tahun 823 Saka atau 900 M.

Menurut sumber sejarah dari Carita De Parahyangan, sejak saat itu kerajaan Medang tercatat mengelola 5 zona perdagangan komersial di Asia Tenggara, yaitu:

Pertama: Zona Teluk Benggala, yang mencakup India Selatan, Sri Lanka, Birma, dan pantai utara Sumatera. Kedua: Zona Selat Malaka. Ketiga: Zona Laut Cina Selatan, yang mencakup pantai timur Semenanjung Malaysia, Thailand, dan Vietnam Selatan. Keempat: Zona Sulu, yang mencakup daerah Pantai Barat Luzon, Mindoro, Cebu, Mindanau, dan pantai utara Kalimantan. Terakhir: Zona Laut Jawa, yang melibatkan kawasan Kalimantan Selatan, Jawa, Sulawesi, Sumatera dan Nusa Tenggara.

Kelak sewaktu Majapahit diperintah oleh Kŗtarajasa Jayawardana, Majapahit meneruskan jejak Medang mengelola 5 zona perdagangan komersial Asia Tenggara tersebut.

Untuk mengamankan misi perdagangan tersebut serta mengantisipasi kemungkinan invansi dinasti Yuan dari Cina dan dinasti Thai Ayutthaya di utara,  Majapahit bersekutu dengan membuat aliansi militer bersama kerajaan Champa dan Chermin-Kelantan.

Setelah kejatuhan kerajaan Chermin (Langkasuka) di utara dan pantai timur semenanjung, kerajaan Thai Ayutthaya berusaha menaklukkan wilayah di kepulauan Nusantara (Alam Melayu) termasuk pulau Jawa.

Tetapi invansi Ayutthaya ke wilayah Nusantara menghadapi perlawanan dari Majapahit yang berhasil mematahkan serangan Ayutthaya. Tentera Thai Ayutthaya tersebut dikejar oleh perajurit-perajurit Majapahit yang sehingga kembali ke utara semenanjung.

Setelah berhasil mengalahkan kerajaan Thai Ayutthaya, Mahapatih Gadjah Mada membebaskan Kelantan sebagai kerajaan merdeka dan menyebutnya sebagai kerajaan Majapahit Barat.

Kerajaan Kelantan Majapahit Barat tersebut menguasai kembali wilayah-wilayah bekas Empayar Langkasuka-Chermin dahulu dan menjadi bagian dari kekuasaan Majapahit yang berpusat di Jawa. Kelak kerajaan Kelantan- Majapahit Barat berganti nama menjadi kerajaan Chermin-Jiddah kerana kedudukan pusat kerajaan ini bernama Jiddah di Kelantan.

Pada tahun 1357, Raja Bharubhasa sebagai pemerintah Chermin-Jiddah (Kelantan) bergabung kekuatan militer Majapahit dibawah pimpinan Mahapatih Gadjah Mada bergerak Segenting Kra di utara dan berhasil menaklukkan ibukota Ayutthaya, pusat kekuasaan bangsa Thai.

Sejak saat itu hubungan antara etnik Jawa dari empayar Majapahit dengan etnik Melayu Kelantan-Patani (juga dikenali sebagai etnik Melayu Yawi/Jawi) terbina sangat erat sekali.

Sehingga kini keris kebesaran istana Kelantan yang bernama Keris Pelangi Merbo juga digelar sebagai Keris Majapahit, simbol empayar gabungan bersama rumpun Melayu menentang siri penjajahan empayar Bangsa Thai dari arah utara.

Sejak Raja Bharubhasa masuk Islam di tangan Sayyid Husen Jamaludin beliau bergelar Marhum Sultan Mahmud dan digantikan oleh putranya Sultan Baqi Syah yang menikahkan putrinya yaitu Puteri Syahirah (Puteri Selindung Bulan) dengan Sayyid Husen Jamaludin pada tahun 1390 M.

Dari pernikahan tersebut lahirlah 2 anak. yaitu Sayyid 'Ali Nurul Alam bin Husain Jamadi al-Kubra, alias Pateh Arya Gajah Mada. Perdana Mantri of Kelantan-Majapahit II menjabat antara 1432-1467 M (lahir pada tahun 1402 M) dan Sayyid Muhammad Kebungsuan alias (Prabhu Anum/Udaya ning-Rat/Bhra Wijaya) lahir pada tahun 1410 M.

Ada dua fakta menarik. Pertama, Ali Nurul Alam memiliki nama lain Pateh Arya Gajah Mada. Jabatannya adalah Perdana Menteri Kelantan-Majapahit II yang menjabat 1432-1467. Kerajaan Majapahit II.

Kedua, karena rajanya berinduk ke Majapahit, maka jabatan tertinggi Kelantan dipegang oleh seorang Perdana Menteri yang dijabat oleh Ali Nurul Alam dengan nama alias atau gelarnya Pateh Arya Gajah Mada.

Ini adalah pilihan yang masuk akal untuk Mahapatih Gajah Mada mendelegasikan kekuasaan ke Patih Arya Gajah Mada. Mengingat wilayah Kelantan dan Champa jauh sekali dari Trowulan yang menjadi Ibukota Majapahit di Jawa.

Ali Nurul Alam punya 3 anak, laki-laki semua. Anak pertama adalah Wan Hussain Bi Ali Nurul Alam, alias Sri Amravamsa alias Tuk Masjid. Dia diangkat menjadi patih di Majapahit.

Putra kedua adalah Sutan Maulana Syarif Abdullah Mahmud Umdatuddin, alias Syekh Israel Yakub alias Wan Bo Tri Tri. Dia menjadi Raja Champa (1471-1478) menyusul eksodus keluarga kerajaan Majapahit II dari Kelantan ke Champa karena serbuan Siam.

Semasa di Champa, Syarif Abdullah bertemu jodohnya seorang putri yang datang dari Sunda bernama Nyi Mas Rara Santang alias Sharifah Mudain putri Prabu Siliwangi dari Pajajaran. Dari perkawinan ini lahir 2 anak laki-laki yaitu Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati dan Wan Abul Muzaffar Waliyullah bin Sultan Abu Abdullah yang keturunannya menjadi raja-raja Champa, Kelantan dan Patani.

Putra ketiga Ali Nurul Alam adalah Wan Demali Alimuddin bin Burulalam. Dia diangkat menjadi patih dan laksamana di Kerajaan Majapahit.

Sayyid Ali Nurul Alam disebutkan wafat di Campa tahun 1467. Dia dimakamkan di Garak Ruwain atau disebut juga Binjal Lima alias Binje Limo dalam bahasa Patani.

Adapun Kerajaan Champa pada mulanya memiliki hubungan budaya dan agama yang erat dengan Tiongkok, tetapi peperangan dan penaklukan terhadap Kerajaan Funan pada abad ke-4, telah menyebabkan masuknya budaya India.

Kemudian pada abad ke-10 dan seterusnya, para pedagang dari Arab datang ke wilayah ini dengan membawa pula pengaruh budaya dan agama Islam ke dalam masyarakat Champa.

Kerajaan Champa pun mulai terpengaruh dengan masuknya agama Islam di Vietnam yang berasal dari jamaah India, Persia dan pedagang Arab. Raja Che Bo Nga akhirnya diislamkan oleh Sayyid Husein Jamaluddin dan bergelar Sultan Zainal Abidin yg memerintah pada tahun 1360 dan meninggal dalam perang melawan dengan bangsa Viet pada tahun 1390.

Pada tahun 1355 Puteri Ramawati putri Sultan Zainal Abidin dinikahi Sayyid Husen Jamaluddin dan memiliki seorang putra laki-laki, yang diberi nama Ibrahim Zainuddin Asghar Champa yang bergelar Sultan Zainal Abidin II Diraja Champa (lahir di Champa, tahun 1357 M.

Dalam hal ini kerajaan Champa dan Kelantan adalah bersaudara karena Sultan Champa Sultan Zainal Abidin 11 dan Sultan Kelantan Sayyid Ali Nur Alam atau Arya Patih Gajah Mada keduanya adalah putra dari Sayyid Husen Jamaludin.

Adapun putra Sayyid Husen Jamaludin yang lain, Ibrahim Samarqandy menikah dengan seorang putri Champa yang bernama Candra Wulan melahirkan 3 orang putra yaitu pertama, Maulana Ishak yang menikah dengan putri Menak Sembuyu yang melahurkan Raden Paku atau Sunan Giri. Kedua Raden Rahmat atau Sunan Ampel yang melahirkan Sunan Bonang dan Sunan Drajat. Dan yang terakhir Ali Murtadho yang melahirkan Sunan Ngudung dan berputra Sunan Kudus.

Pernikahan Melayu-Majapahit

Cucu Raja Bharubhasa yaitu Sultan Iskandar Shah (Raja Kemas Jiwa) telah bernikah dengan Ratu Suhita yaitu cucu Bentara (Bathara) Majapahit yang teragung, Hayam Wuruk pada tahun 1427.

Raja Kemas Jiwa meninggalkan tempat asalnya, Kelantan, untuk bersemayam bersama permaisurinya di Pulau Jawa. Adapun urusan Chermin-Jiddah diserahkan kepada kakaknya yaitu Sultan Sadik Muhammad Shah.

Setelah masa berlalu, kerajaan Chermin-Jiddah di Kelantan itu menghadapi serangan berskala besar, sekali lagi dari bangsa Thai.

Pada tahun 1429, Sultan Sadik Muhammad Shah meninggal dunia menyebabkan adiknya Raja Kemas Jiwa yang berada di Pulau Jawa terpaksa kembali ke semenanjung untuk menyelamatkan kerajaan nenek moyangnya di Kelantan itu.

Sekembalinya Raja Kemas Jiwa di Kelantan, baginda menamakan kerajaan di negeri itu sebagai kerajaan Majapahit II, mungkin untuk menunjukkan perkaitan dirinya yang telah menikah dengan cucu Hayam Wuruk tersebut.

Dalam versi Jawa Ratu Suhita menikah dengan seorang pria misterius:
1. Menurut Serat Pararaton Ratu Suhita Sang Parameswara atau Aji Ratnapangkaja Ranamanggala dengan Surawardhani setelah berhasil membunuh Raden Gajah Narpati, pembunuh Bhre Wirabumi.
2. Dalam Babad Tanah Jawa Ratu Suhita atau Ratu Kencana Wungu menikah dengan Damar Wulan setelah mengalahkan Menak Jingga dan berputra Prabu Brawijaya, Raja terakhir Majapahit.

Sewaktu zaman kerajaan Majapahit II diperintah oleh Sultan Mansur Syah, Kelantan yang telah dilemahkan oleh serangan bertubi-tubi Bangsa Thai itu telah diserang pula sebanyak dua kali oleh empayar Melayu Melaka yang sedang meluaskan dominasinya bawah sultannya yang terakhir dan zalim iaitu Sultan Mahmud Syah.

Di dalam sejarah melayu, terbitan Abdullah bin Abdulkadir Munsyi, dikisahkan tentang "pernikahan agung" Malayu (Kelantan/Malaka?) dan Majapahit yaitu antara Sultan Mansyur Syah (Kelantan/Malaka?), dengan Putri Majapahit Radin Galuh Chandra Kirana.

Pernikahan yang juga dihadiri oleh para Raja di Sumatra yaitu Maharaja Merlang (Indragiri), Raja Palembang, Raja Jambi, Raja Lingga serta Raja Tungkal ini, sayangnya tidak banyak diceritakan dalam naskah-naskah kuno di tanah Jawa.

Siapakah sesungguhnya Radin Galuh Chandra Kirana ? Benarkah ia adalah Pewaris Majapahit yang tersingkirkan ?.

Pada catatan silsilah Kesultanan Malaka. Radin Galuh Chandra (Cendera) Kirana tertulis sebagai anak dari Sang Aji Jaya ning-Rat, ibunya Radin Galoh Devi Kesuma [Tuan Putri Wi Kusuma] (sumber :silsilah malaka)

Radin Galoh Devi Kesuma [Tuan Putri Wi Kusuma] sendiri dalam Sejarah Melayu di-informasikan sebagai Ratu Majapahit dan puteri dari penguasa Majapahit sebelumnya.

Apabila kita selaraskan dengan Sejarah Majapahit, sosok Radin Galoh Devi Kesuma (Ibunda dari Radin Galuh Chandra Kirana), sepertinya indentik dengan Prabu Stri Suhita (memerintah Majapahit, 1427-1447), sementara nama Sang Aji Jaya ning-Rat, indentik dengan Bhra Hyang Parameswara Ratnapangkaja (sumber : Putri Suhita).

Dalam sejarah pemerintahan Majapahit, selepas masa Ratu Suhita yang menjadi pengganti bukan anaknya, melainkan saudaranya yang bernama Dyah Kertawijaya (1447-1451) yang menikah dg putri Champa yaitu Dewi Dwarawati dan melahirkan Jin Bun atau Raden Patah.

Dan apabila kita perhatikan, di dalam silsilah keluarga Majapahit, tidak ditemukan nama anak dari Ratu Suhita. Namun meskipun demikian, naskah-naskah masyarakat melayu masih mencatat nama puteri dari Sang Ratu, yang seharusnya mewarisi tahta Majapahit.

Wallahu A'lam.

Referensi:
1) Tulisan Christoper Buyer melalui website The Royal Ark.
2) As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan, Al-Mausuu'ah Li Ansaab Itrati Al-Imam Al-Husaini, Jakarta: Penerbit.Madawis, Cetakan 1, 2011
3) https://archive.org/details/kelantanstateofm00grah
4) http://www.muzium.kelantan.gov.my/v2/index.php…
5) https://www.royalark.net/Malaysia/kelantan.htm
7) https://ceritakankelantan.
8) Cerita Parahyangan, Pangeran Wangsakerta.

No comments:

Post a Comment